I.
Latar
Belakang Masalah
Sebagaimana termaktub dalam UU No.
20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
sedangkan
Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya
yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang
hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan
berbudaya (civilized).
dengan
demikian penulis rumuskan pendidikan sebagai usaha yang terorganisir dan
berlangsung secara kontinu dengan tujuan humanisasi di segala aspek, kondisi,
dan situasi. untuk mewujudkan hal tersebut maka dilaksanakanlah
suatu proses pembelajaran dengan metode-metode yang mendukung terlaksananya
tujuan pendidikan indonesia. terdapat banyak model dan pendekatan dalam proses
pembelajaran namun penggunaan model ini disesuaikan dengan kebutuhan dan
kasesuaian dengan materi yang akan disampaikan saat itu.
Winataputra dalam Sugiyanto (2008) mengemukakan bahwa : model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pencanang pembelajaran
dan para pengajar dalam mencanangkan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
seperti halnya pada pembelajaran
matematika model yang akan diterapkan pada suatu materi seharusnya disesuaikan
dengan materi yang akan disampaikan. namun pada kenyataannya penyampaian materi
matematika hanya didoninasi dengan penyampaian dengan menggunakan metode
ceramah karena menurut sebagian guru metode ini dirasa lebih efektif untuk
menyampaikan materi matematika yang didominasi dengan rumus dan perhitungan
angka-angka. dalam hal ini pembelajaran yang seperti disebutkan tadi agaknya
memiliki andil besar dalam pencitraan matematika sebagai mata pelajaran yang
sulit dan menakutkan karena dalam metode caramah siswa hanya duduk diam dan
mendengarkan apa yang disampaikan guru tanpa tahu apa dasar dari segala yang
disampaikannya. murid hanya selalu di suapi materi-materi yang guru telah
siapkan dan kuasai tanpa ada kebebasan untuk menggali dan memahami materi
dengan caranya sendiri. oleh karena itu guru harus menyikapinya dengan sigap
yaitu bisa dengan menerapkan model dan pendekatan yang dapat meningkatkan motivasi,
partisipasi dan pemahaman terhadap konsep materi yang disampaikan.
dahar
(1991:80) menyatakan bahwa :”konsep adalah abstraksi yang memiliki satu kelas
objek-objek, kejadian, kegiatan-kegiatan atas hubungan-hubungan yang merupakan
atribut-atribut yang sama”. sedangkan gagne menyatakan dalam syaiful sagala
(2006 :71) bahwa :”konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita
mengelompokkan benda-benda atau objek contoh dan contoh-contoh”.
berdasarkan pendapat tersebut maka dapat
dikatakan bahwa konsep adalah ide yang dapat digunakan untuk menghubungkan satu
masalah dengan masalah yang lainnya yang masih terdapat dalam satu tataran
tertetu.
Dan di dalam pembelajaran
matematika sebaiknya dibuat susana yang menyenangkan semisal dengan permainan.
Diantara beberapa bentuk yang kooperatif yang diterapkan dibeberapa pokok
bahasan mata pelajaran matematika yaitu Team Assisted Individualization ( TAI )
dan untuk lebih efektifnya model pembelajaran ini dapat dikolaborasikan dengan
pendekatan RME, dimana keduanya saling menunjang satu sama lainnya. Model ini
akan diuraikan lebih lanjut dalam artikel ini.
Dan di dalam pembelajaran
matematika sebaiknya dibuat susana yang menyenangkan semisal dengan permainan.
Diantara beberapa bentuk yang kooperatif yang diterapkan dibeberapa pokok
bahasan mata pelajaran matematika yaitu Team Assisted Individualization ( TAI )
dan untuk lebih efektifnya model pembelajaran ini dapat dikolaborasikan dengan
pendekatan RME, dimana keduanya saling menunjang satu sama lainnya. Model ini
akan diuraikan lebih lanjut dalam artikel ini.
II.
Tinjauan
Pustaka
A.
Pengertian
dan Hakikat Belajar
Secara umum belajar
adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku
seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Menurut Slameto (2010: 2), ”belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. selanjutnya Bruner
mengungkapkan (dalam Ratna Wilis Dahar, 2011: 77), belajar melibatkan tiga
proses yang berlangsung bersamaan yaitu :
a.
Memperoleh informasi baru.
b.
Transformasi informasi
c.
Menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan.
jadi penulis berkesimpulan bahwa belajar adalah
suatu proses yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas diri dari
berbagai aspek baik dari luar maupun dari dalam diri.
B.
Pengertian Pembelajaran
a. Pengertian Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan
wagner dalam buku Udin S. Winataputra (2008 : 40) pengertian pembelajaran
adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses
belajar pada siswa. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkingan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta
didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif),
juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan
(aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja.
Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan
peserta didik.
jadi pembelajaran adalah
interaksi antara peserta didik dan pendidik dalam melakukan proses belajar yang
dilakukan dengan cara dua arah tanpa menguntungkan salah satu pihak dan
merugikan pihak yang lainnya tapi kedua pihak mendapatkan hal yang sama dengan
tercapainya tujuan bersama
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi
pelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi
ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan
membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat
diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar.
Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah
dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target
belajar.
C. Pengertian
Hasil Belajaar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley
dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1).
Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan
cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap
dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang
diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam
kehidupan sehari-hari atau hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau
fikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan
dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak
pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
D. Pengertian
Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Team Assisted Individualization ( TAI ) .
Menurut Suyitno (dalam Widyantini : 2006) Model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individualization (
TAI ) adalah model pembelajaran yang
membentuk kelompok kecil yang heterogen dengan latar belakang cara berfikir
yang berbeda untuk saling membantu terhadap siswa lain yang membutuhkan bantuan.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI menerapkan bimbingan antar
teman sebagai titik berat dalam pelaksanaan pembelajaran. Siswa yang pandai
bertanggung jawab atas siswa yang lemah sehingga meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok yang kecil. Dalam
model pembelajaran ini siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan
ketrampilannya, , sedang siswa yang lemah dapat terbantu dalam mengatasi
permasalahan yang dihadapi.
Model pembelajaran tipe ini dikembangkan oleh
Robert E. Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif
dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan
belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya
lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Ciri khas pada tipe TAI ini
adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah
dipersiapkan guru. Hasil belajar individual dibawa kekelompok-kelompok untuk
didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota
kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab
bersama.
E.
Sintaks Model Pembelajaran TAI
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai
berikut:
1. Guru memberikan pre-test kepada peserta didik sebagai skor
dasar/skor awal.
2. Guru menjelaskan materi dasar secara singkat kepada peserta didik.
3. Guru membentuk kelompok yang heterogen berdasarkan
pre-test atau rata-rata nilai harian peserta didik yang berjumlah 5-6 peserta
didik setiap kelompoknya.
4. Peserta didik diberikan tugas untuk menganalsis serta menyelesaikan
masalah secara individu dan kelompok.
5. Guru peserta meminta peserta didik menyajikan dan mempresentasikan hasil
tugas diskusi kelompoknya di depan kelas untuk menilai setiap kelompoknya.
6. Guru mengoreksi hasil diskusi yang dipresentasikan dan memberikan
nilai kelompok serta menentukan kelompok yang terbaik dan memberi motivasi
kepada peserta didik dalam kelompok yang kurang atau belum berpartisipasi
aktif.
7. Melalui kegiatan diskusi dan bimbingan guru,
peserta didik dapat membuat simpulan danrangkuman.
8. Guru mengkondisikan peserta didik seperti semula secara individual,
kemudian guru memberi tes kecil sebagai penilaian akhir individu diakhir
pembelajaran.
9. guru menyampaikan rencana belajar matematika pada
pertemuan berikutnya dan meminta peserta didik mempelajari materi selanjutnya.
F.
Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
1. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut :
a) Meningkatkan hasil belajar individual melalui bimbingan antar teman.
b) Meningkatkan partisipasi siswa dalam kelompok.
c) Meningkatkan rasa solidaritas antar teman melalui kerja kelompok.
d) Menumbuhkan rasa tanggung jawab atas keberhasilan hasil belajar
individual dan kelompok.
e) Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya,
sedangkan siswa yang lemah dapat terbantu dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi.
2. Kelemahan model
pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
a) Model pembelajaran ini membutuhkan waktu yang relatif lama dalam
penerapannya di kelas.
b) Diskusi para siswa membuat suasana kelas yang cukup gaduh.
c) Siswa yang merasa mampu dan mengusai materi, terkadang merasa enggan
mengajari anggota kelompoknya yang lemah.
d) Dengan jumlah siswa yang cukup besar dalam kelas, guru akan
mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan kepada siswa.
G. Pengertian
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
1.
Pengertian
Pendekatan RME
Kata realistic merujuk pada pendekatan dalam
pendidikan matematika yang telah dikembangkan di netherland belanda, pendekatan
ini mengacu pada pendapat freudenthal (Gravermeijer, 1994) yang menyatakan
bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan
aktivitas manusia (mathematics as a human activity).
ini berarti bahwa matematika harus dekat dan relevan
dengan kehidupan anak sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti
bahwa manusia diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menemukan kembali ide
dan konsep matematika. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan nama Realistic
Mathematics Education (RME).
Soedjadi (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran
matematika dengan pendekatan realistic pada dasarnya adalah pemanfaatan realita
dan lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik.
Selain itu soedjadi juga menjelaskan bahwa realita
adalah hal – hal nyata yang kongkrit yang dapat diamati dan dipahami siswa
dengan cara membayangkan. Sedangkan lingkungan adalah tempat dimana peserta
didik berada baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
soedjadi, zulkardi dan asikin mengkarateristikan
pembelajaran matematika realistic menjadi 5 yaitu sebagai berikut:
a.
menggunakan masalah kontekstual ( the use of context)
pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah
kontekstual ( dunia nyata) dan tidak dimulai dari system formal. Masalah
kontekstual yang diangkat sebagai topic awal pembelajaran harus merupakan
masalah sederhana yang diketahui oleh siswa.
b.
Menggunakan model ( use models, bridging by vertical
instrument)
Istilah model berkaitan dengan masalah situasi dan
model matematika yag dikembangkan sendiri oleh siswa, mengaktualisasikan
masalah kebentuk visual sebagai sarana untuk memudahkan pengajaran.
c.
Menggunakan kontribusi siswa (student contribution)
Konstribusi yang besar diharapkan
pada proses belajar mengajar dating dari siswa artinya semua pikiran (
konstruksi dan produksi)
d. Interaksi ( interactivity)
Mengoktimalkan proses pembelajaran
melalui interaksi siswa dengan guru dan siswa dengan sarana dan prasarana
merupakan hal terpenting dalam pembelajaran matematika realistic.
e. Terintegrasi
dengan topic lainnya (intertwining)
Struktur dan konsep matematika
saling berkaitan maka dari itu, keterkaitan antar topic (unit pelajaran)
tersebut harus dieksplorasi agar proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Selain karakteristik pembelajaran matematika realistic
terdapat juga prinsip –prinsip pembelajaran matematika realistic. Menurut
gravemejer ada tiga prinsip dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan
realistic matematika yaitu sebagai berikut; 1) Penemuan
kembali terbimbing (guided reinvention) dan matematika progesif ( progresif
mathematics). Menurut prinsip ini pembelajaran matematika perlu diupayakan agar
siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip
atau prosedur, dengan bimbingan guru untuk menyelesaikan berbagai jenis masalah
yang ada dalam dunia nyata. Prinsip ini mengacu pada pernyataan tentang
konstruktivisme bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer oleh guru tetapi hanya
dapat dikonstruksi oleh siswa itu sendiri; 2) Fenomenologi
daktis ( didactical phenomenology) Yang dimaksud dengan fenomenologi adalah
para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip – prinsip atau materi lain
yang terkait dengan matematika bertitik tolak pada masalah – masalah
kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan atau setidaknya berasal dari
masalah yang dapat dibayangkan oleh siswa; 3) Mengembangkan
model – model sendiri (self developed model). Pada prinsip ini siswa diharapkan
dapat mengembangkan sendiri model atau cara menyelesaikan masalah. Model atau
cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berfikir
siswa karena dari proses berfikir
tesebut siswa dapat mengembangkan sediri model ataupun cara menyelesaikan
masalah terutama masalah kontekstual.
H. Sintaks Pendekatan RME
Langkah –
langkah dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan matematika
realistic adalah sebagai berikut:
1.
Memahami masalah kontekstual
Dalam
langkah ini guru memberikan soal yang ada dalam kehidupan sehari – hari dan
meminta siswa untuk memahami siswa tersebut.
2.
Menjelaskan masalah kontekstual
Guru
menjelaskan situasi dan kondisi dari soal denagn cara memberikan
petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya terhadap bagian yang belum
dipahami oleh siwa.
3.
Menyelesaikan masalah kontekstual
Siswa secara individual menyelesaikan masalah
kontekstual dengan cara mereka sendiri.
4.
Membandingkan dan mendiskusikan.
Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa
unttuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok untuk
selanjutnya didiskusikan baik untuk diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
5.
Menyimpulkan
Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur
.
I.
Kelebihan
dan Kelemahan RME
menurut kholidin, S.Pd kelebihan RME sebagai salah
satu pendekatan adalah :
a) memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada peserta didik tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan
sehari-hari
b) memberikan pengertian yang jelas dan operasional
kepada peserta didik bahwa matematika
adalah suatu bidang kajian yang dapat dikonstruksi dan dapat dikembangkan
sendiri oleh peserta didik.
c) Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada peserta
didik bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan
tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain, dan selanjutnya
dengan membandingkan cara yang satu dengan cara yang lain akan diproleh cara
penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian
soal atau masalah tersebut.
d) Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada peserta
didik bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu
yang utama dan untuk mempelajari matematika, orang harus menjalani sendiri
proses itu, dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep atau
materi-materi dengan bantuan pihak lain yang lebih tahu (misalnya guru).
e) Memadukan kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran
yang lain yang dianggap unggul antara kain pendekatan pemecahan masalah,
pendekatan kontrukstivisme, dan pendekatan yang berbasis lingkungan.
f) Bersifat langka, menyeluruh (mendetail), dan operasional.
Kelemahan pembelajaran matematika realistik antara lain :
a) Karena sudah
terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam
menentukan sendiri jawabannya.
b)
Membutuhkan waktu yang lama.
c)
Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti
jawabannya terhadap teman yang belum selesai
d)
Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi
pembelajaran saat itu
e)
Belum ada pedoman penilaian sehingga guru merasa kesal
dalam evaluasi/memberi nilai.
DAFTAR
PUSTAKA
Arends, Richard I.
2008. Learning To Teach
Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Mempraktikkan
Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Widyantini, M. Si.
2006. Model Pembelajaran
Matematika Dengan Pendekatan Kooperatif.http://p4tkmatematika.org/downloads/ppp/PPP_Pembelajaran_Kooperatif.pdf, diakses pada 15 september 2011
Kurniati, Ana. 2007. Efektivitas
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team
Assisted Individualization (TAI)
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik Kelas VIII
SMP N 1 Ngadirejo Temanggung. Skripsi (tidak diterbitkan). Semarang:
Univesitas Negeri Semarang.
Hadi, Sutarto. (2005). Pendidikan Matematika Realistik.
Banjarmasin: Tulip.
Sembiring, RK.. (2010). Pendidikan Matematika Realistik
Indonesia; Perkembangan dan Tantangannya. Palembang: Jurnal IndoMS Volume
1 No. 1 Juli 2010.
Sembiring, RK., Hoogland, K., and Dolk, M. (2010). A Decade of
PMRI in Indonesia. The Netherlands: APS international.
Zulkardi. (2002). Developing a Learning Envorinment on Realistic
Mathematics Education for Indonesian Students Teachers. Thesis. University
of Twente. Enschede:Printpartners Ipskamp.